Impian Motor Listrik yang Terbentur Kenyataan: Kisah Sepeda Motor Bekas di Indonesia

Jakarta, 18 September 2025 – Riko Pratama masih ingat betul rasa senangnya saat mencoba motor listrik pertamanya di sebuah dealer di Jakarta Selatan tahun lalu. “Penjualnya terus bilang kalau saya bakal hemat biaya bensin dan bantu lingkungan,” kenang karyawan berusia 28 tahun itu. “Tapi, waktu subsidi pemerintah hilang, tiba-tiba harga motor itu jadi hampir dua kali lipat dari harga Honda BeAT saya.”
Kisah Riko mencerminkan pergeseran besar yang sedang terjadi di pasar sepeda motor Indonesia. Dorongan ambisius menuju elektrifikasi ternyata terbentur realitas ekonomi, membuat konsumen berbondong-bondong kembali ke motor berbahan bakar bensin, terutama motor bekas.
Ketika Kebijakan Bertemu Kenyataan di Jalanan


Angka-angka menunjukkan kondisi yang sangat jelas. Penjualan motor listrik anjlok 70% sejak program subsidi pemerintah tidak jelas kelanjutannya awal tahun ini. Data ini didapat dari laporan dealer di Jakarta, Surabaya, dan Medan.
“Dulu kami bisa jual 15-20 motor listrik per bulan, sekarang paling cuma tiga atau empat,” kata Budi Santoso, pemilik dealer motor di Kelapa Gading. Ruang pamer yang tadinya memajang motor listrik kinclong di bagian depan, kini memindahkannya ke sudut yang mulai berdebu.
Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (Aismoli) sudah memperingatkan pada Juli lalu bahwa tanpa subsidi, tahun 2025 akan terus mengalami kontraksi. Prediksi mereka terbukti, penjualan kembali turun 30% di kuartal ketiga saja.
Tapi subsidi bukan satu-satunya masalah. Andi Wijaya, seorang koordinator logistik yang membeli motor listrik di tahun 2024, menemukan bahwa janji infrastruktur pengisian daya tidak sesuai kenyataan. “Saya tinggal di Bekasi dan kerja di Jakarta Pusat. Cari stasiun pengisian yang benar-benar berfungsi? Susah sekali,” keluhnya. Sekarang dia kembali naik Yamaha NMAX bekas tahun 2019.
Faktor Cina yang Jarang Dibahas


Mungkin yang paling merusak kepercayaan konsumen adalah kesadaran bahwa industri motor listrik “lokal” di Indonesia sangat bergantung pada komponen dari Cina. Bahkan motor yang dirakit di sini sering kali menggunakan baterai, motor penggerak, dan sistem kontrol yang diproduksi di provinsi Guangdong dan Zhejiang.
“Waktu motor listrik saya butuh perbaikan setelah enam bulan, suku cadangnya butuh tiga minggu untuk sampai dari Cina,” cerita Sarah Dewi, seorang guru dari Tangerang. “Scoopy lama saya? Saya bisa dapat suku cadang dari toko mana pun di hari yang sama.”
Ketergantungan ini menjadi makin masalah saat rupiah melemah terhadap yuan. Suku cadang jadi lebih mahal, dan konsumen jadi sadar betapa kacaunya rantai pasokan.
Motor Bensin pun Tak Murah


Namun, konsumen yang kembali ke motor bensin juga menghadapi masalah lain. Penjualan motor baru turun 2,7% pada paruh pertama tahun 2025 dibanding periode yang sama tahun lalu. Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia menyebutkan penyebabnya adalah inflasi dan kenaikan biaya bahan baku.
“Vario baru yang dua tahun lalu harganya 20 juta rupiah, sekarang hampir 24 juta,” ujar Indra Kusuma, seorang analis sepeda motor. “Buat banyak orang, motor baru jadi tidak terjangkau.”
Pasar motor di Indonesia secara keseluruhan menyusut 18,5% menjadi $2,9 miliar pada tahun 2024, mencerminkan tekanan ekonomi yang lebih luas pada daya beli konsumen.
Ke Mana Uang Pintar Mengalir


Dua kondisi ini, mahalnya motor listrik tanpa subsidi dan harga motor bensin baru yang melambung, menciptakan pemenang tak terduga: pasar motor bekas.
Riset pasar menunjukkan bahwa pasar motor bekas di Indonesia bisa mencapai $17,04 miliar pada tahun 2032. Salah satu pendorongnya adalah konsumen yang mencari motor dengan harga lebih terjangkau di tengah ketidakpastian ekonomi.
“Saya beli PCX tahun 2020 dengan jarak tempuh cuma 8.000 kilometer seharga 23 juta rupiah,” kata Maya Sari, warga Jakarta. “Kalau beli yang baru, harganya 35 juta. Hitungannya gampang sekali.”
Tapi membeli motor bekas di Indonesia juga ada risikonya. Penipuan masih sering terjadi di platform seperti OLX dan Facebook Marketplace, sementara dealer tradisional sering menaikkan harga tanpa memberikan informasi jelas soal riwayat kendaraan.
Solusi Digital Mulai Muncul


Melihat celah ini, beberapa startup di Indonesia mengembangkan platform yang bertujuan membawa transparansi dan adil dalam transaksi motor bekas.
Salah satunya, MoFE, meluncurkan sistem lelang online “Tawar Cepat” khusus untuk mengatasi masalah transparansi harga. Platform ini memungkinkan penjual menerima penawaran kompetitif dari dealer terverifikasi, sehingga harga yang didapat lebih sesuai pasar.
“Cara lama beli motor bekas itu kacau,” kata tim pengembang pasar MoFE. “Pembeli tidak tahu apakah mereka ditipu, penjual tidak tahu nilai asli motornya, dan semua orang buang-buang waktu dengan tawar-menawar tanpa henti.”
Perusahaan ini melaporkan bisa memproses lebih dari 1.000 transaksi kendaraan setiap bulannya melalui jaringan dealer terverifikasi mereka. Meski begitu, mereka menghadapi persaingan dari pemain lama seperti OLX dan pendatang baru yang meniru model lelang serupa.
Pendapat Para Ahli Pasar
“Apa yang kita lihat ini bukan cuma terjadi di Indonesia,” ujar Dr. Rizki Handayani, peneliti industri otomotif di Universitas Indonesia. “Pasar sering kali kembali ke teknologi yang sudah terbukti ketika yang baru gagal memenuhi janji-janjinya.”
Ia menunjuk pada pola serupa di negara-negara Asia Tenggara lain di mana adopsi kendaraan listrik terhenti karena keterbatasan infrastruktur dan perubahan kebijakan subsidi.
“Lonjakan pasar motor bekas ini masuk akal secara ekonomi,” tambah Dr. Handayani. “Konsumen mendapatkan teknologi yang sudah teruji dengan harga lebih rendah sambil menghindari penyusutan nilai kendaraan baru.”
Melihat ke Depan
Untuk saat ini, pasar motor Indonesia tampaknya menetap pada kondisi normal yang baru. Motor listrik jadi barang khusus bagi kalangan yang punya solusi pengisian daya di rumah, motor bensin baru harganya terlalu mahal untuk banyak orang, dan pasar motor bekas yang semakin berkembang.
Apakah ini hanya penyesuaian sementara atau pergeseran permanen akan bergantung pada faktor-faktor di luar kendali perusahaan mana pun, seperti stabilitas kebijakan pemerintah, pengembangan infrastruktur, dan kondisi ekonomi yang lebih luas.
Tapi bagi konsumen seperti Riko Pratama, pilihannya sudah jelas. Dia baru-baru ini menjual motor listriknya lewat platform online dan membeli Aerox tahun 2021 yang terawat baik. “Terkadang masa depan belum siap untuk kita,” renungnya. “Dan itu tidak apa-apa. Tidak ada salahnya memilih apa yang benar-benar berfungsi.”
News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door
Download Film